Minggu, 30 Oktober 2011

KANJENG NABI

saatnya belajar berterimakasih kepada Sang Pencerah kehidupan

Kanjeng Nabi yang kumaksud adalah Kanjeng Nabi Muhammad SAW, Nabi terakhir yang diturunkan Allah di dunia. Sejak kecil aku sudah dikenalkan dengan beliau, buku-buku pelajaran Agama Islam yang kubaca sejak SD banyak mengupas tentang beliau. Hanya saja aku tidak pernah melihat wajahnya, apalagi sempat mencium tangannya. Beliau hidup terpisah 16 Abad yang lalu, disebuah negeri yang berjarak ribuan kilometer dari tempat tinggalku. Akupun tidak pernah menemukan gambaran wajah kanjeng Nabi, gambar-gambar kartun yang beredar di internet terlalu sangar untuk wajah beliau yang digambarkan oleh pak guru katanya sangat  teduh dan bercahaya.

Kanjeng adalah panggilan untuk orang yang dihormati dalam bahasa Jawa. Panggilan ini untuk mengangkat orang yang dipanggil agar memiliki kedudukan terhormat di mata dan di hati. Ada kanjeng sultan, kanjeng bupati, kanjeng romo (bapak). Semua panggilan berbau tempo doeloe tapi masih indah untuk diucapkan. Budaya yang baik tidak harus selalu dianggap kuno dan ditinggalkan, bagaimanapun tanpa leluhur kita semua tidak pernah ada di dunia. Mereka yang menjadikan kita anak keturunan hingga berabad-abad lamanya.
 
Ajaran Kanjeng Nabi di tanah Arabia sana bisa sampai ke nusantara lewat pedagang Arab dan Gujarat tempo dulu, lalu para wali, sunan, ulama menyebarkan ke seluruh penjuru negeri. Kanjeng sunan Kali Jaga mengajarkan Islam yang membumi. Beliau mengajarkan Islam lewat wayang dan kesenian, agar Islam mudah diterima di masyarakat yang masih banyak menganut agama Hindu waktu itu.

----------------------------------
Malam itu aku bermimpi naik haji.
aku ada di tanah suci, di Madinah, berdiri sendiri di depan makam Kanjeng Nabi di Masjid Nabawi. aneh, sepi tidak ada orang di kanan kiri.
 Aku tidak pernah mempunyai kesempatan melihat wajah beliau, aku juga belum pernah mencium tangan beliau. Tapi hari ini aku ingin menyapa Kanjeng Nabi langsung di depan jasad manusia mulia ini.
“Duh, Kanjeng Nabi, Saya ini adalah pengikutmu dari negeri yang jauuuuuuh dari tempat ini. Rumah saya berjarak puluhan ribu kilometer dari tempatmu ini, melintasi laut samudra, gunung gurun, padang rumput dan hutan belantara.
Kanjeng Nabi, saya dikenalkan tentangmu oleh orang tua dan guru-guru sejak saya kecil dulu, mereka mengenalkan tanpa pernah menunjukkan rupa bentuk dan raut wajahmu, wajah Kanjeng Nabi hanya saya pahami dan saya kenali dari angan-angan dan imajinasi mimpi.
Duh, Kanjeng Nabi, Islam di negeri saya sekarang besar sekali, dulu para wali yang mengajarkan teladanmu yang berhembus hingga ratusan tahun, Islam masuk dari pantai hingga ke kampung-kampung. Mencerahkan hati puluhan, ratusan, ribuan hingga jutaan manusia di negeri kami. Ini kabar baik untukmu ya kanjeng Nabi, Mereka adalah Umatmu.. Umatmu.. Umatmu..
Kanjeng Nabi Muhammad,  Saya hidup di tahun yang terpisah 16 Abad dari masamu, hari ini dunia majuuu sekali hingga orang bisa berinteraksi dari berbagai penjuru bumi. Kami datang ke tanah ini juga tidak lagi naik kapal dan onta lagi. Sebuah pesawat yang besar sekarang membawa kami terbang ke sini.
Ya Kanjeng Nabi, Saya sampai hari ini masih malu jika besok pagi mati apakah masih layak dapat syafaat dan pembelaanmu. Sholat yang Kanjeng Nabi ajarkan kadang masih telat saya kerjakan. Sedekah yang saya lakukan kadang masih berbau busuk dan jauh dari keihklasan. Saya kadang masih melupakan Allah ketika pekerjaan, kesempitan, dan kekurangan membuat hati mengeras, jiwa meradang dan lupa pada semua ajaranmu. Saya malu kepada guru-guru ngaji, kepada bapak-ibu yang mengajari, kepada para ulama dan para wali. Saya maluuuu pada Kanjeng Nabi. Saya maluuuuu pada Gusti Allah Illahi Robbi…
Duuuuh Kanjeng Nabi, Saya pamit pulang hari ini, menuju tanah Jawa tempat hidup saya mengabdi.. ijinkan saya membayangkan mencium tangan dan memeluk kanjeng Nabi, berilah saya kekuatan hati untuk berjuang menjalankan semua ajaran mulia yang kau berikan sebagai warisan paling berharga untuk kami.
dari tanah yang jauuuuh kami akan kirimkan shalawat, juga untuk para sahabat, setiap kami tunaikan sholat…
Kanjeng Nabi Muhammad… Saya nyuwun pamit…."

Aku terbangun dari tidurku, mataku sembab, cahaya pagi muram sekilas terlihat, aku sholat Subuh terlambat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar