Senin, 30 April 2012

Kapan Terakhir Anda Pergi ke Kuburan ?

"Aku tidak mau menghantar mu, aku hanya mau menjemput mu. Kalau ngantar,aku pasti pulang sendirian,tetapi kalau jemput, kita pulang berdua. Makanya kalau diminta memilih, aku lebih baik jemput daripada ngantar. Akunggak mau ditinggal sendirian".


Petikan diatas bukan sebuah puisi cinta ABG ataupun syair lagu selingkuh 'sontoloyo' yang latah dijadikan jimat penglaris artis sekarang. Kalimat-kalimat ini yang kami dengar di rumah duka dan juga di pemakaman
suaminya. Suara itu terdengar berulang di bibir wanita muda itu. Bertiga mereka, ibu dan dua anaknya saling berangkulan. Tubuh-tubuh mereka bergetar lemah, lelah dihajar kesedihan dan putus asa. Tidak ada lagi tangis yang membahana laksana guruh disiang bolong, yang ada hanya tangisan dalam yang pilu menyayat hati. Tidak ada lagi air mata yang bisa ditumpahkan oleh mata-mata yang bengkak karena meratap itu.


Mereka menatap hampa ke arah liang lahat, menyaksikan orang yang sangat mereka cintai, perlahan diturunkan kedalam tanah merah. Seseorang tempat mereka berbagi canda, tawa dan duka, kini dimasukkan ke dalam perut bumi, lewat tali-tali tambang. Pemandangan yang membuat semua yang memiliki hati dan darah, meneteskan air mata. Mereka yang hadir, baik yang telah beruban atau berambut hitam tampak tertegun.
 
Dia, seorang manager berusia belia dari sebuah perusahaan penerbangan terkemuka, baru saja dipanggil menghadap ilahi. Kepergiannya yang begitu mendadak menyisakan duka yang dalam bagi istri dan anak-anaknya yang masih kecil. Tidak hanya itu saja, perusahaan tempat ia bekerja juga kehilangan manager unggulan yang baru saja akan dipromosikan. Begitu juga dengan kami,saudara dan sahabat-sahabat nya pun seolah tidak percaya dengan apa yang kami lihat. Begitu muda, demikian cepat dan sangat tak terduga.


Demikianlah kematian, satu-satunya bagian dari episode kehidupan yang harus dilalui oleh setiap mahluk yang berlabel 'hidup'. Hidup tak lengkap tanpa nya. Kadang dia datang merangkak perlahan, namun tak jarang menyergap tiba-tiba.
 
Tetapi walaupun pasti, hanya sedikit dari kita yang ingat akan bab yang satu itu. Cukup mengherankan. Apakah itu satu-satunya bab yang tidak ingin kita bahas dari keseluruhan buku kehidupan ini. Pada bab pertama mungkin tertulis tentang kelahiran. Bab kedua dan ketiga tentang masa kecil. Bab ketujuh tentang pernikahan. Bab kesembilan tentang perselingkuhan yang memuakkan.


Selanjutnya tentang ambisi atau tambah istri. Bab kesebelas tentang entrepreneurship, lalu tentang tips mendatangkan uang dan kesuksesan. Tetapi bab terakhir, bertuliskan 'kematian', jarang dilirik. Kurang peminat. Mungkin karena bab pertama hingga bab kesekian selalu berbicara tentang 'aku' meskipun kadang diselubungi hal-hal yang tampak mulia, tetapi bab terakhir–bab penutup- berbicara tegas penuh otoritas tentang 'DIA', produser sekaligus sutradara hidup ini.


Begitu banyak mailing list tentang kesuksesan dan entrepreneur, tetapi milist tentang 'kematian', memang bukan ide yang akan mendatangkan uang bagi kita. Belum pernah ada seminar tentang "Seberapa Siap Anda Untuk Meninggal Dunia ?" diproklamirkan oleh sebuah event organizer. Pernahkah Anda temui seminar tentang "Apa Yang Telah Anda Berikan Sebelum Anda Dipanggil Sang Khalik?" penuh sesak disemuti orang-orang berdasi. Kalaupun ada, mungkin hanya kaum sufi dan mereka yang sengaja memencilkan diri di hutan dan gunung, berminat akan seminar gila itu.


Pernah seorang sahabat memberikan nasehat aneh sebagai berikut. Jika suatu saat jabatan Anda direncanakan naik lebih tinggi, atau perusahaan Anda sedang berkembang sangat pesat, atau ada wanita cantik milik orang lain yang menggoda, pergilah ke kuburan. Ia menyarankan kita duduk berlama-lama di sebuah makam yang tidak kita kenal, bahkan jika Anda punya cukup nyali, tidur beberapa menit diantara makam yang berbaris rapi. Sebuah nasehat yang kurang waras tentunya. Tetapi ada sebuah logika yang cukup kuat didalamnya.


Maksudnya begini, 'ziarah' seringkali sangat ampuh membuat kita akan segera ingat tentang mereka yang ada dulu pernah ada di puncak, bahwa mereka itu semua berakhir sebagai tulang belulang diperut bumi. Ziarah serta merta akan efektif membuat Anda ingat akan 'bab terakhir'.


Pernah ada sebuah kalimat dari seorang bijak berkata demikian, "Beritahulah aku umurku, supaya aku tahu betapa fananya aku". Rupanya memang kita ini para manusia yang hebat, brilian, gagah, tampan, cantik, sexy, sekaligus pelupa ini harus sering-sering diingatkan akan bab terakhir hidup kita. Bab yang mengajarkan kita tentang siapa Pemilik Sejati dari segalanya. Bab yang mengajarkan bagaimana meninggalkan tinta emas pada perjalanan kita yang sebentar dimuka bumi ini. Lampiran-lampiran terakhir yang memberikan peta yang jelas tentang jalan pulang ke rumah. Bagian yang sering kali kita lupakan. Mungkin dengan demikian jiwa kita akan selalu dipenuhi dengan kerendahan hati, kasih dan syukur. Jika demikian sepertinya frekuensi nonton bola bareng, kongkow-kongkow dicafé atau pergi ke dugem, harus sedikit dikurangi.


Mengapa ? Karena tempat-tempat diatas seringkali membuat kita lupa akan bab terakhir. Penggantinya adalah 'wisata lubang kubur' atau mungkin sekedar berperan serta sebagai penghantar dalam sebuah upacara pemakaman. Kegiatan ini cukup efektif untuk mengingatkan kita bahwa tidak ada skenario 'aku ingin hidup seribu tahun lagi' dalam hidup ini. Apalagi cepat atau lambat, siap atau tidak siap, kita bukan lagi sebagai pengantar, tetapi merekalah yang mengantarkan Anda dan saya ke sana. Percayalah itu pasti terjadi.
Persoalannya, jika itu terjadi satu jam dari sekarang, apakah kita sudah siap ?


Jawaban atas pertanyaan itu tentu melibatkan banyak hal. Seberapa indah jejak kita. Seberapa besar manfaat yang kita tinggalkan. Seberapa banyak jalan bengkok yang telah kita luruskan....dan seterusnya dan seterusnya.


Jika tulisan-tulisan ini lebih tampak sebagai sesuatu yang 'menakut-nakuti' atau sesuatu yang melemahkan semangat Anda, saya pribadi mohon maaf. Karena saya pribadipun -kalau mau jujur- takut juga. Tetapi
bukankah seharusnya bab terakhir itulah, yang membuat kita lebih termotivasi lagi, untuk meninggalkan tinta emas pada jejak langkah kita. *


Wallahualam bishawab*.


*By MTA – Made Teddy Artiana

Tidak ada komentar:

Posting Komentar